Sejarah ? Cukup kah menjadi dongeng ?

Sejak kemarin melihat beberapa photo yang di upload bertemakan acara memperingati Hari Kemerdekaan negeri ini. Dan kemarin di sela-sela rehat, kami pun mencari tontonan film ' sejarah' via you tube di rumah , yang sudah jarang sekali ditemukan di media-media elektronik .

Tiba pada film Jend. Soedirman, tetiba saya merasa perih dan menangis .

Entah, jika sang Panglima Besar Tentara Republik - dahulu - ini masih hidup, mungkin beliau akan sangat bersedih melihat negeri ini sekarang.

Jenderal yang besar di keluarga santri, dekat dengan para ulama, tetap berjiwa nasionalis, berupaya dengan sekuat tenaga mempertahan kan negeri ini dengan perang gerilya nya, walau sang Presiden RI saat itu menolak memenuhi janji untuk bersamanya memimpin rakyat bergerilya , ketika para penjajah kembali menancapkan kuku nya di negeri ini.

Membayangkan beliau dulu dengan fisik yang tak sehat, terpaksa duduk di kursi tandu, menempuh bilangan masa dengan 1 paru- paru saja. Namun betapa pun demikian, ia enggan untuk meningalkan rakaat-rakaat malam dan munajatnya.

Sungguh , pastilah orang-orang terdekat yang membersamainya saat itu sangat menaruh kagum dan simpati serta malu untuk merasa lemah dan lelah melanjutkan perjuangan.

Satu hal yang paling terekam dan sejatinya bisa diambil menjadi pelajaran dari sosoknya adalah betapa ia adalah sosok yang sangat tawadhu , pasrah dan tawakal hanya kepadaNya.

Betapa ia sangat meyakini bahwa hasil perjuangannya, apapun nanti , adalah semata atas izinNya.

Maka, ketika nashrullah ( pertolongan Allah ) selalu mengiringi perjuangan gerilya nya saat itu, betapa doa benar- benar selalu menjadi senjata utamanya.

Panglima besar Jend .Soedirman, wafat pada usia 34 tahun.
Yaa...34 tahun. Usia yang terbilang sangat muda. Maka bisa di bayangkan bahwa sebelum masuk usia tersebut...betapa ia sudah mengukir banyak kerja nyata yang luar biasa. Bukan hanya untuk dirinya, tapi untuk bangsa dan umat.

Ah..saya merasa bahwa Allah memang sangat menyayanginya. Memanggilnya di usia yang masih muda. Seolah Dia tak rela, jika nanti sang Jenderal akan bertemu dan masuk dalam pusaran jebakan-jebakan gerombolan " rahwana" negeri ini , dan akan melihat betapa saat ini sebagian besar anak- anak bangsa hanya menghargai perjuangan para pahlawannya sebatas dengan makan kerupuk, balap karung, joged-joged seronok, berpesta pora dengan meninggalkan sampah-sampah berserakan.

Makna hari merdeka..saat nama Pahlawan yang sudah berjuang agar mereka bisa dengan nyaman di negeri ini pun tak pernah mereka kenal..bahkan tak pernah berniat mengenalnya untuk kemudian mengambil contoh dari teladan yang sdh digoreskannya di lembar sejarah.

Sejarah kadang mudah ditinggalkan...walau sejatinya sejarah bukanlah untuk dilupakan . Karena ia bukan sebuah "dongeng " biasa menjelang tidur
Karena ia bisa berulang...



Tugu Permai
20 agustus 2016



Komentar

Postingan populer dari blog ini

" Zah..Zah...Ustadzah.."

Ikatlah Semua Asa Di Langit-Nya

Saat Ikhtiar dan Doa Tak Sesuai Taqdir