Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2017

Buku Kehidupan Orangtua

Menjadi orangtua artinya siap menjadi pena yang akan menuliskan bait-bait kehidupan pada selembar kertas putih, bernama anak. Pena haruslah disiapkan dengan berkualitas, agar torehan kalimatnya bisa tertulis dengan jelas dan indah. Isi pena pun tak mesti harus selalu berlimpah atau disiapkan dengan harga yang mahal, namun jelas ia harus istimewa. Begitulah analogi pena sebagai kesiapan ilmu dan juga metode terbaik yang harus kita sediakan untuk menulis cerita kehidupan pada diri anak-anak, sebagai generasi masa depan kita. Maka, seperti halnya sebuah buku yang tetap akan terbaca sepanjang masa walau sang penulis sudah tidak ada, begitulah juga anak yang akan nampak dimata dunia atau lingkungannya. Pada wajah, polah atau tingkahnya, orang bisa dapat membaca bagaimana kita sebagai orangtua melukiskan warna hati pada mereka. Ya, buku kehidupan. Pada anak-anak itulah kita akan membuatnya. Menorehkan kalimat-kalimat di atas lembaran putih mereka. Mengisi ruangan-ruangan yang semula koson

Panduan Muslim Menghindari Makanan Mengandung Babi

Akhir tahun menjadi salah satu jadwal liburan keluarga. Bertepatan dengan libur sekolah, hari raya natal dan tahun baru masehi, memang menjadikan akhir tahun sebagai salah satu waktu yang diambil untuk melakukan travelling atau perjalanan mengisi liburan, baik ke luar kota ataupun ke luar negeri. Begitu juga dengan sebagian besar penduduk Indonesia yang memanfaatkan akhir tahun untuk menghabiskan liburan bersama keluarga ke luar negeri. Beberapa negara tujuan biasanya sudah tercatat dalam agenda beberapa keluarga ini jauh -jauh hari menjelang akhir tahun. Khusus untuk keluarga-keluarga muslim, tentunya menentukan negara tujuan untuk tempat menghabiskan liburan harus dibarengi pula dengan beberapa catatan yang berkaitan dengan aturan dalam agama Islam itu sendiri, terutama ketika mereka ingin berkunjung ke negara-negara dengan mayoritas penduduknya beragama non muslim. Karena ini akan berkaitan dengan beberapa kebiasaaan dan pemahaman yang akan saling berbeda. Sebut saja dalam hal in

Pena Menguntai Aksara Jiwa

Gambar
Beberapa hari ini, benda kecil itu menyita perhatian saya. Alur cerita bergelombang, berdesakan keluar dari ruang kepala. Tentang sebuah pena, yang darinya berjuta-juta kata mungkin sudah tertulis olehnya. Entah, sudah berapa banyak ia ikut mengolah rasa, ikut menjuntaikan asa, serta ikut menorehkan beragam mimpi dan cita. Mimpi anak manusia yang silih berganti memenuhi hari-hari dengan segala tragedi, penuh cinta ataupun nestapa. Pernah satu masa, ia turut membersit episode mengejar cita. Bersahabat dengan lembaran kertas putih yang setia menampung coretan yang seringkali pula berakhir di tempat sampah, setelah dengan begitu perkasanya sang pena melarungkan tinta diatasnya. Atau pernah pula satu ketika, ketukannya di atas meja terus mengiringi malam yang semakin larut, saat ia harus membersamai jiwa yang terus mencari sambungan kata untuk sebuah presentasi yang harus dilakoni. Dan, ia pun pernah setia untuk digenggam erat, saat sebuah hati merasa begitu tak percaya diri di hadap

Ibu Di Rumah, Pilihan Tanpa Keterpaksaan

Menjadi ibu dan sekedar bekerja di rumah? Awalnya, memang sedikit sulit meyakinkan banyak orang, bahwa itu adalah pilihan terindah untuk saya setelah menempuh hidup berumah tangga. Banyak yang berpikir bahwa suami yang meminta saya untuk cukup menjadi ibu yang tinggal di rumah dan tidak bekerja kantoran. Padahal, sejak awal menikah kami tidak memiliki komitmen apapun untuk masalah ini. Kenapa saya tidak bekerja? Bukankah sayang ilmu yang sudah diperoleh hingga mendapat gelar sarjana? Itulah juga pertanyaan yang sering terlontar dari banyak orang, termasuk orangtua. Sebenarnya, bukan karena tidak ada lowongan pekerjaan yang sesuai dengan saya, karena memang saya tidak pernah mencoba melamar pekerjaan. Bukan juga karena saya tidak mau membantu suami untuk masalah ekonomi, atau bukan juga karena saya hanya ingin diberi nafkah tanpa mau membantunya ditengah krisis ekonomi yang semakin menggila ini. Tapi, karena saya menyadari bahwa amanah sebagai seorang istri sekaligus ibu bagi anak-anak

Meracik Makna Lembaran Kertas

Gambar
Lembaran-lembaran itu masih tersimpan rapi dalam sebuah folder khusus. Lengkap bersama amplop yang sedikit mulai menguning dimakan usia dengan tempelan perangko berbilang tahun ke belakang dan nyaris tak pernah saya jumpai lagi saat ini. Lembaran-lembaran kertas yang sebagian besar berhiaskan sketsa burung bermesin disudut bawahnya, serta berisikan tulisan tangan dengan ragam cerita dari berbagai wajah di beberapa sudut kota diatas bumi-Nya.  Disadari atau tidak, semua lembaran itu turut mewarnai perjalanan saya selanjutnya dalam mencintai lembaran kertas lainnya dikemudian hari. Kertas-kertas yang mewujud dalam beragam bentuk. Yang setiap harinya membuat saya tak sanggup memendam rindu untuk tidak membuka, kemudian berlama-lama menjelajahi isinya. Lembaran-lembaran kertas yang kemudian juga sanggup membuat jari jemari saya selalu ingin menggerakan pena atau keyboard, kemudian merangkai huruf demi huruf dan menumpahkan ragam kata yang berloncatan di kepala.  Ya, lembaran

Memantik Minat Baca Untuk Anak Istimewa

Gambar
Libur sekolah di akhir tahun ini, tidak ada kegiatan khusus atau pergi ke satu tempat yang sengaja kami persiapkan untuk mengisi liburan. Seperti biasanya, kami memanfaatkan kebersamaan yang ada di rumah dengan menikmati buku-buku bacaan. Bukan sekedar menikmati sendiri, tapi juga saling berdiskusi banyak hal tentang buku-buku yang sudah kami baca. Melihat si tengah kami yang juga selalu antusias menghabiskan setiap bacaan yang ada di rumah, mengingatkan kembali episode perjuangan kami untuk membuat dia suka buku dan gemar membaca sejak kecil.Ya, karena si tengah ini memiliki tipe pembelajar istimewa, yaitu auditori-kinestetik ( lebih optimal dengan indera pendengar dan aktifitas fisik yang aktif atau senang bergerak ), yang akhirnya memerlukan kreatifitas tinggi dari kami, orangtuanya untuk menstimulasi perkembangannya sejak kecil, khususnya untuk bisa gemar membaca buku. Sebagian besar anak dengan tipe pembelajar auditori-kinestetik ini memang tidak terlalu suka dengan akti

Merencanakan Mimpi

Gambar
Pekan ini mengawali liburan sekolah anak-anak. Seperti biasa, moment mengawali liburan ditandai dengan penerimaan raport sekolah anak-anak. Kami termasuk orangtua yang tidak terlalu fokus dengan angka-angka apa yang tertera di dalam raport anak-anak. Karena, memang kami tidak melihat kecerdasan mereka hanya sebatas angka yang tertera. Berulangkali pula hal tersebut kami sampaikan kepada mereka. Yang kami inginkan adalah kesungguhan mereka dalam menjadikan proses belajar di sekolah tersebut adalah bagian dari merencanakan mimpi-mimpi mereka.  Lho, memangnya mimpi itu harus direncanakan ? Iya, dong. Merencanakan mimpi berarti menanam setiap asa dan harapan di dalam otak bawah alam sadar kita, yang terkadang sebenarnya akan menjadi sebuah letupan-letupan harapan berbuah semangat yang tidak terkira. Apalagi, saat kita ternyata lupa akan sebuah tujuan. Mimpi hadir dari sebuah keinginan yang terpendam dan menggebu-gebu. Karena itulah, semua orang harus mau bermimpi yang indah, untuk

Sahabat Yang Saling Mendidik

Akhir tahun, para orangtua di Indonesia sudah disibukkan dengan agenda memilih sekolah - sekolah terbaik ( biasanya yang dituju adalah sekolah berbasis boarding atau asrama / pesantren modern ) untuk putra-putri mereka. Ya, di bulan Oktober - Desember beberapa sekolah tipe ini memang sudah mulai membuka pendaftaran siswa baru, lengkap dengan segala pernak perniknya. Dengan ragam alasan, para orangtua berkeinginan memasukkan putra putri mereka ke sekolah yang menurut mereka dapat memberikan input terbaik untuk masa depan anak mereka. Mulai dari alasan agama, kelengkapan fasilitas penunjang, kematangan program-program pendidikan yang dijalankan, juga kenyamanan atas dasar kesamaan visi dan misi antar orangtua dan sekolah. Biasanya, panduan orangtua dalam menentukan pilihan adalah berdasarkan pengalaman kerabat atau teman yang anaknya sudah bersekolah disana, atau informasi capaian ragam prestasi siswanya dan sudah ramai dipublikasikan. Bahkan ada juga yang sekedar berbekal brosur de

Mengurai Rindu Hati Mereka

Jadwal hari ini, sudah dinanti oleh dua kakak beradik yang ada di rumah. Yaitu menjemput sang kakak, si sulung dari asramanya. Enam bulan tidak bersama, memang menghadirkan kerinduan yang teramat sangat. Malam sebelum berangkat, persis setalah sholat isya tepat waktu, bahkan si bungsu segera merebah dibalik selimutnya. Alasannya sederhana, ingin segera tertidur, dan esok bangun langsung berangkat menjemput sang kakak.  Begitulah, potret kerinduan hati-hati yang terlahir dari satu rahim, dengan ikatan yang sudah Allah kuatkan pula menyimpul bersama cinta. Tiga kakak adik di rumah ini memiliki warna warni yang membuat indah hari-hari. Saat bersama, terkadang mereka seperti air dan minyak. Seringkali sukar menyatu, dengan ragam karakter yang tetap saja berbeda. Tapi , seringpula begitu merekat erat, seperti lem dan perangko. Dalam satu masa, pernah saling menajamkan mata, namun selalu pula berpelukan tak ingin lepas. Pernah saling diam,berkutat dengan masing-masing perasaannya, namu

Tawakal, Episode Penyempurna Sebuah Ikhtiar

Jelang awal tahun seperti ini, episode pencarian sekolah lanjutan akan menjadi aktivitas umum di kalangan orangtua. Pilah-pilih, ikut tes disana, ikut tes disini. Ikhtiar mencari yang terbaik, begitulah pasti niat utama semua orangtua. Satu tahun kemarin, sempat berbincang dengan seorang teman yang kebetulan saat itu juga sedang disibukkan dengan aktivitas mencari sekolah untuk anaknya. Taqdir Allah, sang anak dinyatakan tidak lulus di sekolah unggulan yang menjadi tujuan utama mereka tersebut. Padahal, sejak awal  orangtua dan sang anak sama–sama memiliki keyakinan yang tinggi untuk bisa memasuki sekolah tersebut, berdasar kemampuan dan capaian prestasi si anak selama di sekolah dasar.  Obrolan kami saat itu diwarnai dengan berapi-apinya teman saya yang mengutarakan kekecewaannya. Sampai kemudian keluar pernyataan, bahwa dia mendengar desas- desus diluar, kalau ternyata di sekolah tersebut berlaku sistem nepotisme atau mendahulukan orang-orang yang memiliki kedekatan hubungan de

Anak, Samudera Hikmah Tak Berbatas

Setelah menjadi orangtua, sesungguhnya Allah menitipkan banyak pelajaran lewat kehadiran anak-anak. Pelajaran atau hikmah yang mungkin saja baru akan dipahami jauh setelah melewati hari- hari dengan mereka. Anak, ibarat buku-buku dihadapan yang mesti kita baca dengan seksama, untuk kemudian bisa kita ambil pelajaran dari setiap apa yang tertulis di dalamnya. Dan, belajar dari anak-anak selalu akan menjadi bagian yang paling indah dan mengasyikkan dalam episode kehidupan kita. Menemani keseharian mereka, menghadirkan luapan rasa yang sulit terlukiskan. Maka, pelajaran pertama yang Allah titipkan lewat kehadiran anak-anak adalah pelajaran untuk bersyukur. Ya, bersyukur atas indahnya kepercayaan yang Dia berikan kepada kita, sehingga Allah mau menitipkan amanah-Nya kepada kita. Bukankah syukur ini yang harus pertama kali dihadirkan ? Disaat banyak dari mereka yang sudah Allah berikan nikmat untuk menikah, namun kemudian Dia uji dengan menunda hadirnya buah hati yang pastinya selalu

Belajarlah Untuk Siap Menjadi Orangtua

Menjadi orangtua seharusnya sudah dipersiapkan jauh sebelum dua anak manusia memutuskan menikah. Karena salah satu tujuan pernikahan kelak adalah melahirkan keturunan sebagai tongkat estafet kehidupan ini. Maka konsep sebuah pernikahan, tidak hanya berpikir untuk kepentingan pasangan saja, melainkan bagaimana mereka sudah mengonsep diri menjadi orangtua yang baik untuk anak-anak mereka nanti. Seringkali kita menganggap bahwa kesiapan menjadi orangtua akan datang dengan sendirinya ,seiring perjalanan pernikahan itu sendiri. Kemudian, kitapun merasa bahwa hal tersebut tidak terlalu penting dan kemudian mengabaikannya. Hingga akhirnya, banyak realita di lapangan para orangtua merasa begitu terbelenggu dengan tugas dan kewajiban mereka terhadap anak-anak. Ada orangtua yang merasa kebebasannya menjadi hilang, saat seorang bayi mungil hadir ditengah-tengah kehidupan mereka. Menjalani hari-hari pertama kehadiran si buah hati, sering membuat keduanya harus ekstra keras berusaha berdamai d

Kuatkan Akad Bermuara Surga Untuk Generasi

“ Sesungguhnya Allah membeli dari orang –orang mukmin, baik diri mereka maupun harta mereka, dengan memberikan surga untuk mereka..”  ( QS. At Taubah : 111 )  Berulangkali kita pasti sering membaca ayat ini. Jika direnungkan dalam-dalam setiap kata atau susunan kalimat dalam ayat diatas, memang tak salah jika ayat ini disebut oleh Sayyid Qutub dalam Tafsirnya Fii Zhilaalil Quran , sebagai ayat yang sesungguhnya sangat dahsyat dan menakutkan. Ada hubungan keterikatan yang sangat kuat antara orang –orang berIman dengan Allah, hakikat sebuah sumpah atau janji yang telah terucap dengan keIslaman sepanjang hidup kita. Dalam konteks peran kita sebagai orangtua, apapun itu,setiap kita sudah mutlak menjadi milikNya. Sebenarnya tak ada hak apapun pula atas suami /istri , juga atas anak-anak kita, bahkan atas diri kita sendiri. Maka sejatinya, semua yang ada membersamai kita termasuk anak-anak , semua adalah milik Allah. Dan membersamainya berati pula menjaga titipanNya dengan

Yang Tidak Terlihat

Melihat bata-bata yang menumpuk di depan rumah tetangga yang sedang direnovasi, pikiran saya menerawang tentang tugas si bata-bata merah itu. Kecil, namun sebenarnya begitu sangat berarti. Andai bangunan itu tak ditopang si bata-bata merah yang tersusun rapi, saling merekat satu sama lain, tentulah takkan terwujud sebuah bangunan megah dan indah. Pada sebuah bangunan megah dan indah itu, bata-bata merah memang tidak akan  terlihat lagi wujudnya. Karena memang kemudian pada umumnya ia akan tertutup semen dan cat. Yang akan terlihat dari sebuah bangunan megah adalah atap, pintu, jendela, pagar, atau cat luar yang indah , bukan si bata merah yang merupakan pondasi penopang bagian-bagian rumah tersebut. Namun, saat sebuah bangunan roboh, yang pertama kali akan ambruk dan jatuh adalah atap, tiang-tiang penyanggga serta pernik-pernik bangunan tersebut. Sedangkan si bata merah, seringkali dialah yang terus berusaha kokoh menahan bangunan itu untuk tetap berdiri. MasyaAllah, begitul

Broken Home , Bukan Sekedar Keluarga Yang Retak

Gambar
Sering kita mengidentifikasikan bahwa keluarga yang baik dan benar adalah keluarga dengan anak-anak yang masih memiliki orangtua lengkap, yaitu ayah dan ibu yang memenuhi hak-hak mereka, terutama hak kasih sayang, perhatian, juga materi yang lebih dari cukup. Memiliki rumah yang nyaman, mendapat pendidikan di sekolah yang terbaik, mendapat fasilitas yang memang dibutuhkan anak-anak untuk bermain, belajar ataupun lainnya. Serta semua hal yang berhubungan dengan materi semata sebagai bentuk kasih sayang dan perhatian mereka. Namun, ada satu hal yang sering terlupa oleh para orangtua, yaitu menunaikan hak iman anak-anak dengan baik dan sempurna. Hak iman yang sebenarnya paling dibutuhkan sebagai hak mendasar mereka sebagai makhluk ciptaan-Nya dengan tugas utama mengabdi kepada-Nya sepanjang kehidupan mereka di dunia. Hak untuk menerima pondasi keimanan yang kukuh dari orangtua inilah yang ternyata sering terabaikan, terlupakan atau terpaksa dikalahkan dengan keinginan orangtua

Mengolah Rasa Saat Mendidik Mereka

Beberapa kali sering terhenyak saat mendapati ‘ perang pendapat ‘ teori ilmu parenting,perang  komunitas parenting, perang memilih sekolah formal atau homeschooling, sekolah alam atau SDIT, sekolah A atau sekolah B dan lainnya. Atau saling men judge bahwa model pengasuhan A salah, B yang benar dan lain sebagainya. Padahal sesungguhnya, tidak akan berguna ilmu parenting yang melimpah, ketika hati kita, orangtua dari anak-anak tidak bersandar pada kekuatan Allah. Lisan enggan melangitkan do'a, saat ujub mengisi rongga dada, kemudian seolah berkata, " akulah orangtua hebat, mencipta anak-anak seindah pengisi surga..." Ya, Sekuat apapun ikhtiar kita, sebaik apapun rencana kita untuk anak-anak , ada Dia, Allah Sang Penentu dan Pengabul semua harap dengan segala prasyarat terkabulkannya. Jika do'a tidak kita lantunkan sepenuh rasa, jika do'a menghambur bersama angkuh dan jumawa, atau ketika doa bersisian dengan lisan yang tajam tak berperangai manusia

Sekeping Hati Mengiringi Amal

Allah dulu, Allah lagi, Allah terus. Kalimat itu pernah melintas di depan mata kita saat menatap barisan kalimat motivasi dari berbagai buku, artikel ataupun lainnya. Kalimat yang terlihat sederhana,namun sesungguhnya menyimpan makna yang luar biasa. Sebuah kalimat untuk mengingatkan bahwa aktifitas kita sekecil apapun hendaknya berawal dan berakhir hanya karena dan untuk-Nya. Sebuah proses yang tidak semudah menuliskan kalimat diatas tersebut.  Hati, menjadi sumber penggerak yang sangat menentukan.Sedang kita semua sudah sama -sama memahami bahwa hati manusia senantiasa berbolak balik. Tidak mudah menjaga konsistensi hati untuk tetap dalam satu niat awal,ketika bertemu dengan ragam rasa yang menyeruak tanpa diminta. Ia yang awalnya begitu ingin menjaga untuk tidak mengapung di atas dan ingin ditatap dengan penuh kagum, namun di tengah perjalanan ia bisa berusaha melompat, bahkan ke udara setinggi mungkin agar seluruh pesonanya dilihat seluruh manusia dengan decak kagum luar bia

Ayah, Ruang Hati Yang Dirindukan

Satu hal yang kami temui saat menemani aktifitas anak-anak di rumah edukasi kami ; Rumah Cahaya, adalah betapa mereka merindukan sosok seorang ayah. Ayah ? Apakah anak-anak itu tidak memiliki ayah ? Tidak. Hampir semua anak-anak yang mengikuti kegiatan bersama " Rumah Cahaya " kami memiliki keluarga yang utuh atau lengkap, memiliki ayah dan ibu. Namun, seperti pada umumnya kehidupan keluarga di Indonesia, peran ayah dalam keluarga sepertinya memang masih lekat dengan sebuah sekat yang menghadirkan jarak antara sosok ayah dengan anak-anak .  Sosok ayah pada sebagian besar kehidupan mereka, hanyalah sosok yang bertugas mencari nafkah, pergi kerja di pagi hari dan pulang di waktu petang atau malam. Keberadaannya saat di rumah pun semata dengan aktifitasnya sendiri. Asyik dengan gadget di tangan, atau menonton televisi sesuai acara kesukaannya tanpa ada yang boleh mengganggu. Beraktifitas sesuai selera para ayah, tanpa melibatkan anak-anaknya. Kalaupun ada acara hangout ber

Denting Doa Dalam Amarah

Saya seorang ibu biasa, manusia biasa dengan segala ‘kesempurnaannya’ sebagai manusia, yaitu penuh dengan kelemahan dan kelalaian. Seringkali, saat menyadari hal ini, maka saya pun termotivasi untuk terus menjaga agar kelemahan ini tidak sampai membuat pintu-pintu kelemahan lain terbuka lebar dan kelak akan mengurangi kebaikan-kebaikan yang harus saya kumpulkan sebagai pertanggungjawaban kelak saat menghadapi hari perhitungan di akhirat nanti. Saya ibu biasa yang bisa marah , juga bercanda sampai berguling-guling dengan anak-anak.Yang sering menciumi mereka dengan sepenuh cinta, tapi pernah juga menajamkan sorot mata atau membuat volume suara meninggi hingga mereka terdiam dan tercekat. Walau akhirnya , saya akan memeluk mereka dan membisikkan  sangat dekat di telinga, berharap sampai menyentuh hati mereka. " Ummi minta maaf ya, kalau marahnya tadi menghebat dan membuatmu tergugu menahan tangis.." Setelah itu, kami akan berpelukan . Mereka pun mencium tangan dan memba