Keputusan Dunia Akhirat


Pagi itu gerimis sudah mewarnai awal aktivitas saya dan keluarga, ketika telp rumah berbunyi.Tepatnya pukul 5.15.

"Assalamualaikum, mba..afwan dah ganggu. Saya hanya mau minta ijin untuk tidak hadir di acara nanti sore. Pagi ini saya mau pulang ke Klaten. Suami kecelakaan motor. Anak-anak sakit. Ibu saya yang mengurus mereka juga drop ." suaranya parau bercampur isak tangis.

" Innalillahi..o iya, dek..shabar ya..semoga segera diberi kesembuhan...hati- hati di jalan.Kasih kabar kalau sudah sampai.." pesan saya.

Setelah perackapan itu selesai, saya pun teringat dengan keadaannya. Teman saya itu hanya tinggal sendiri di Jakarta, tepatnya nge-kost, sudah hampir 6 bulan. Setelah memutuskan menjadi PNS, ia pun ditempatkan di Jakarta. Meninggalkan - saya berharap sementara- suami dan 3 anaknya di Klaten dengan asuhan sang ibu tercinta.

Awal mendengar cerita itu, ada perasaan sedih dan tidak rela dengan keputusan teman saya tersebut. Penempatannya di Jakarta memang belum final. Toh, katanya dia akan meminta mutasi pada instansi tempatnya mengabdikan jasa sebagai PNS. Tapi, Jujur saja,...walau mungkin keberadaannya jauh dari keluarga, dengan 3 anak yang masih sangat memerlukan perhatian dan bimbingannya...rasanya itu adalah keputusan yang sangat berat jika terjadi pada saya. Bagaimana tidak..hanya karena untuk sebuah pekerjaan..ia pun harus rela memilih meninggalkan keluarga jauh dari sisinya.

Saya tidak menafikan, jika memang keputusannya itu adalah sesuatu yang mungkin akan sangat membantu keluarga atau suaminya , dalam hal meringankan beban dalam menanggung financial keluarga. Tapi , bukankah tugas utama ketika dia sudah menjadi seorang istri dan ibu adalah berada di sisi mereka ? Apalagi anak-anaknya masih sangat membutuhkannya ?

Saya berharap, keputusan teman saya tidak hanya disebabkan karena kebutuhan ekonomi/ duniawi. Karena , saya pun teringat dengan cerita seorang ummahat.. yang pernah mengalami kasus yang hampir sama. Ketika itu, dia diterima sebagai Guru dengan status PNS - juga -. Dirumah, ada 2 anaknya yang baru berumur 5 dan 3 tahun. Sang ummahat nyaris memilih menerima pekerjaan tersebut , karena dalam pikirannya toh menjadi seorang guru hanyalah sekitar 6-7 jam yang menghasruskannya meninggalkan rumah. Setelah itu, dia masih bisa beraktifitas dengan anak-anak dan mengurus rumah tangga. Apalagi, kenyataan bahwa pengahsilan sang suami hanyalah -nge-pas untuk keseharian mereka. Dorongan itulah yang menguatkannya untuk bekerja.

Sampailah sang ummahat menaympaikan keinginannya kepada sang suami. Dengan bijak, sang suami mengatakan..
" Abi tidak akan melarang ummi bekerja dengan tujuan mengaktualisasikan keilmuan yang ummi dapat, apalagi kalau pekerjaan ummi memang memberi manfaat untuk generasi masa depan , sebagai seorang guru. Tapi, Abi juga ingin mengingatkan ummi tentang kewajiban ummi kepada anak-anak, amanah utama yang Allah berikan. Bagaimana dampak terahdap anak-anak dengan tidak adanya waktu 6-7 jam yang ummi habiskan diluar itu ? Tolong ummi renungkan dulu baik-baik. Dan untuk masalah ekonomi..yang memberi nafkah ummi dan anak-anak adalah Allah, bukan Abi. Hanya memang lewat Abi lah Allah titipkan nafkah itu. Karena memang peran Abi adalah mencari nafkah sekaligus Imam yang mendidik keluarga ini . Jadi, ummi bekerja ataupun tidak...Allah sudah tentukan rezeki untuk kita. Bukan jaminan kalau ummi bekerja...Allah akan melipatgandakan rezeki, kan ? Yang paling penting untuk abi adalah anak-anak sebagai generasi da'wah ke depan.Tanggung jawab dunia akhirat . " sang suami mengakhiri jawabannya.

Sang ummahat pun merenung lama. Kalimat-kalimat terakhir sang suami juga ingatannya akan anak-anak membuatnya pada satu keputusan. Ia mengikhlaskan diri mengundurkan diri dari pekerjaan dan berkhidmat untuk keluarga dirumah. Di sela-sela tugasnya itu, ia pun masih banyak memilki waktu mengisi ta'lim untuk para muslimah alin dan meluangkan waktu menerima privat di rumah.Toh, sama saja dengan mengajar di sekolah kan ?

Kembali pada kasus teman saya tersebut...saya hanya bisa berharap..bahwa dia bisa menemukan keputusan yang tepat, bersandar pada keputusan yang Allah Ridhai, dan semoga terhindar dari dorongan-dorongan nafsu duniawai , serta semoga Allah memberi kemudahan kepadanya.

(Jzklh untuk Ummu Fatih atas sharingnya)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

" Zah..Zah...Ustadzah.."

Ikatlah Semua Asa Di Langit-Nya

Saat Ikhtiar dan Doa Tak Sesuai Taqdir