Segumpal Hati Yang Mengiringi Amal

Allah dulu, Allah lagi, Allah terus.
Kalimat itu sering melintas di depan mata kita saat menatap barisan kalimat motivasi dari berbagai buku, artikel ataupun lainnya. Kalimat yang terlihat sederhana, namun sesungguhnya menyimpan makna yang luar biasa. Sebuah kalimat untuk mengingatkan bahwa aktifitas kita sekecil apapun hendaknya berawal dan berakhir hanya karena dan untuk-Nya. Sebuah proses yang tidak mudah, semudah menuliskan kalimat diatas tersebut.

Hati, menjadi sumber penggerak yang sangat menentukan.Sedang kita semua sudah sama -sama memahami bahwa hati manusia senantiasa berbolak balik. Tidak mudah menjaga konsistensi hati untuk tetap dalam satu niat awal, ketika bertemu dengan ragam rasa yang menyeruak tanpa diminta. Ia yang awalnya begitu ingin menjaga untuk tidak mengapung di atas dan ingin ditatap dengan penuh kagum, namun di tengah perjalanan ia bisa berusaha melompat , bahkan ke udara setinggi mungkin agar seluruh pesonanya dilihat seluruh manusia dengan decak kagum luar biasa.

Ingin dilihat seolah menjadi sebuah kebutuhan diri saat melakukan berbagai amal. Entah atas nama apapun, keinginan itu seolah menjadi satu keharusan, menjadi  pelengkap agar semangat selalu hadir ketika melakukan berbagai hal. Begitu sulitnya melepaskan rasa bahwa apa yang sudah dikerjakan cukuplah diri dan Sang Pencipta yang mengetahui, tanpa meminta siapapun makhluk di dunia mengetahuinya.

Padahal dalam penciptaan semesta, Ia telah menggoreskan hikmah bagaimana seharusnya hati bekerja. Ya, pada penciptaan akar, Dia memberikan kita pelajaran tentang harusnya hati menjelma. Sebuah akar, menjadi penopang kokohnya pohon. Akar yang menjadikan pohon tegak dan hidup. Jauh di dalam tanah yang tak terlihat dunia, ia terus bekerja mencari air agar sang pohon tumbuh berkembang. Dalam kegelapan ia juga terus memanjangkan dirinya agar semakin luas wilayah serapan untuk mencari makan. Dalam kesunyiaannya ia terus menembus tanah dan bebatuan, agar sang pohon tetap bisa bertahan walau musim kering melanda. Agar sang pohon tetap bisa menghasilkan buah, bunga yang mengagumkan bagi manusia yang melihatnya. Akar juga tidak pernah mengeluh karena merasa lelah harus berpuluh-puluh meter mengais saripati tanah, kemudian kesal dan berhenti bekerja, atau bahkan mengajukan diri untuk pensiun. Prinsip akar hanyalah satu dan mulia, biarlah tersembunyi di dalam tanah asalkan dia bisa memberikan yang terbaik bagi yang ada di permukaan tanah.

Padahal, betapa sulitnya menjadi akar , karena dia harus siap bekerja keras dalam diam, gelap dan sunyi. Jauh dari hiruk pikuk perhatian manusia tentang kedudukan dirinya. Jauh dari pandangan seluruh makhluk di permukaan tanah. Sungguh berat menjadi akar. Karena ternyata kebanyakan manusia lebih siap menjadi buah,bunga,daun, dahan, dan sebagainya, tetapi tidak menjadi akar.
Karena menjadi akar, artinya tak ada yang akan melihat atau memuji semua kerjanya. Menjadi akar, takkan ada yang melihatnya indah seperti melihat bunga yang kemudian dipuji atas warna dan harumnya.

Begitulah akar memberikan sebuah analogi kerja hati manusia. Akar memberikan sebuah contoh kerja yang berawal karena-Nya dan berakhir hanya untuk-Nya, selamanya. Begitulah kerja hati seharusnya. Ia terus menjaga komitmen agar tidak membesar bersama amal yang mendapat pujian dan decak kagum, namun tidak mengurangi fungsi kerjanya saat tidak ada yang membersamai atau memberi apresiasi. Begitulah seharusnya kerja hati kita , walau berat seperti halnya sebuah akar, namun ia tetap terus melangkah apapun kondisinya.

Sungguh, diri ini berharap , semoga tidak mudah nafsu  mencabik-cabik niat, rasa dan amalan yang padahal belum juga sempurna . Semoga Allah selalu menjaga sekeping hati ini untuk tetap terjaga. Juga, melapangkan hati agar seluas samudera, menghiasi semesta tasbih mengingatNya. Terus, terus, dan terus.

@fitry_ummuza

#Day14
#Squad1
#30DWCjilid10
#30DWC








Komentar

Postingan populer dari blog ini

" Zah..Zah...Ustadzah.."

Ikatlah Semua Asa Di Langit-Nya

Saat Ikhtiar dan Doa Tak Sesuai Taqdir