Kebahagiaan Anak VS Kebahagiaan Orang tua

Sepasang suami istri yang telah dikaruniai seorang anak berumur 20 bulan terdiam dan tertegun sewaktu dikatakan padanya

”Sesungguhnya kebahagiaan yang anda maksudkan dan ingin anda capai belum tentu membuat anak anda juga berbahagia”

Itulah salah satu episod dari dialog yang terjadi pada salah satu sesi therapy. Saya yakin pembaca masih belum paham apa yang sebenarnya terjadi pada pasangan muda tersebut. Insya Allah saya akan jelaskan jalan cerita lengkapnya.


Sepasang suami istri yang energik merasa kehidupanya terlalu penuh beban dan tidak rileks. Keduanya pekerja keras, suami seorang karyawan pada perusahaan multi nasional sedangkan sang istri karyawati swasta. Mereka sepakat membangun impian mereka, perhitungan paling rasional impian mereka bisa terwujud dalam waktu kurang lebih 10 tahun. Mereka sepakat mewujudkannya dengan kerja keras dan kesungguhan. Sepintas apa yang mereka tekadkan sangat baik, bukan? Lalu apa pasal atau apa yang salah pada mereka. Begini, untuk mewujudkannya sang suami harus bekerja siang malam. Siang bekerja sebagai karyawan dan malam bekerja untuk membangun usaha yang sedang ia rintis, bahkan terkadang hari liburpun ia gunakan untuk menjalin relasi bisnisnya diluar kota. Sedangkan istrinya bekerja sebagai karyawati 5 hari kerja seminggu, sorenya alih-alih lansung pulang malah digunakan untuk lembur agar akhir bulan bisa dapat penghasilan lebih. Terkadang hari sabtupun harus masuk kantor setengah hari.

Lalu bagaimana dengan anak mereka? Siapa yang mengasuhnya? Anak mereka diasuh oleh seorang ibu pengasuh. Selama tidak ada masalah apapun, namun masalah mulai muncul tatkala sang ayah atau ibu tersebut sewaktu pulang kerumah dan mereka ingin memeluk anak mereka, sang anak tidak mau dan lebih memilih tetap pada sang ibu pengasuhnya. Semakin mereka ingin memeluk anaknya semakin terlihat penolakan dari buah hatinya tersebut Mereka mencoba melakukan introspeksi dan memutuskan untuk melakukan konsultasi pada ahlinya.

Diruang konsultasi, setelah mendapatkan informasi tentang masalah pasangan muda tersebut sang therapist bertanya, ”apa sesungguhnya yang anda cari dengan cara anda mencapai impian-impian anda tersebut?” Mereka menjawab, ”kami ingin mewujudkan impian kami, kami ingin mewujudkan kebahagian bagi kami sekeluarga sebab dengan terwujudnya impian kami tersebut berarti kami telah berhasil menciptakan kebahagiaan untuk kami dan keluarga kami”, ”selanjutnya baru perhatian kami curahkan buat pendidikan dan masa depan anak kami”.

Sang therapist berkata ”jika harus menunggu sepuluh tahun dimana anak anda sudah berumur 11 tahun 8 bulan adalah sudah sangat terlambat bagi anda untuk mencurahkan perhatiaan pada anak anda”, ”maukah anda dimana anak anda mempunyai figur lain dalam hidupnya dan tidak ada sosok anda sebagai figur dalam dirinya?” ”Sungguh sesuatu yang membuat anda bahagia belum tentu dapat membahagiakan anak anda”.

Bagi anak anda kebahagiaan adalah anda dapat bermain bersamanya walaupun cuma sekedar main sepeda bersama atau kejar-kejaran atau main petak umpet”. Lalu apa yang harus kami lakukan? Tanya pasangan muda tersebut. Sediakanlah waktu istimewa anda buat anak anda, bermain-mainlah dengannya, jadikanlah saat untuk bertemu anda merupakan saat yang paling ditunggunya, niscaya anda benar-benar menjadi figur dalam kehidupnnya. Kalau anda sudah jadi figur dalam kehidupnnya, kata-kata anda mesti dia dengar dan ikuti, nasehat anda mesti dia jalankan karena anda adalah buah hati dan surga baginya didunia”. 


Semoga para pembaca dapat memetik hikmah tulisan ini.


from : grup keluargaku surgaku :http://www.facebook.com/group.php?gid=183070884871


Salam sukses
dr. H. Nasrullah, CHt. CI
Excellent Motivator & Subsconcious Edukator

Komentar

Postingan populer dari blog ini

" Zah..Zah...Ustadzah.."

Ikatlah Semua Asa Di Langit-Nya

Saat Ikhtiar dan Doa Tak Sesuai Taqdir