Mari Luaskan Empati Tak Bertepi Kita

" Bu, katanya korona bikin anak-anak ga bisa masuk sekolah kaya biasa ya ?
" trus katanya juga mending suruh hum skoling daripada masuk sekola entar kena korona.
 Itu gimana caranya ya bu? "
" Kudu pake hp atawa laptop gitu ya? Kl gak punya, mesti gimana ya bu? 
" Mesti beli paket internet brp lagi kira-kita ya bu buat belajar di rumah lagi kaya gitu ?"
" kl hum skoling, ntar anak-anak belajarnya ama siapa bu ? "
" Ya Alloh .. Kita bs apa bu? Lulus sekolah juga nggak. Makanya biarin anak-anak belajar ke sekolah ama bapak ibu guru yang ilmunya ada."
" Sy mesti jualan ama bapaknya anak-anak, bu tiap hari. Pergi hbs shubuh, sampe rumah udah sore. Kalo sy gak ikut dagang, bapaknya lebih susah nnt buat cukupin beli beras ama lauk makan anak-anak juga tiap hari. Tapi, entar anak belajarnya gimana kalau mesti ama saya juga ya ?
" Anak 5 bu. Hape cuma ada 2, punya sy ama bapaknya. Itu jg sering ga ada pulsa. Gimana kl belajarnya mesti online mulu ya bu ?
" Sedih bu kl dibilang emak bapaknya ini nggak mau tanggungjawab ama pendidikan anak. Ya emang emak bapaknya ini nggak punya ilmu kaya bapak ibu guru. Makanya disekolain. Biar mereka bs dpt ilmu,  ga jd bodoh kaya bapak emaknya..'

Ya, riilnya, masih banyak saudara-saudara kita di pelosok-pelosok negeri ini yang amat membutuhkan sekolah dengan kehadiran bapak dan ibu guru di ruang-ruang kelas. Bukan karena mereka tidak mau mengajar atau mendidik sendiri anak-anak mereka dirumah,  pun bukan karena mereka tidak mau bertanggungjawab dengan pendidikan anak-anak mereka. Dengan segala keterbatasannya, nyatanya mereka memang tidak bisa mengambil pilihan yang dilakukan oleh sebagian saudaranya yang lain. Bukan tidak mau. Tapi memang kondisi riil yang tidak bisa dan tak mungkin pula untuk dipaksa.
Fakta yang ada di dunia nyata, yang mungkin memang tidak nampak di dunia maya. Riuh rendah yang mungkin berbeda dengan apa yang seringkali menjadi trending topik di dunia maya.

Sediakan ruang empati, sedikit saja di hati. Agar mampu turut hadirkan usaha mencarikan solusi terbaik untuk bersama, bukan hanya untuk diri kita sendiri. Atau minimal dapat selalu menghadirkan doa-doa terbaik dalam sujud-sujud panjang kita untuk mereka,  kemudian bisa mencegah lisan atau jari ini mengungkapkan atau menuliskan statement yang 'arogan' atau egois.

Diamlah,  mungkin memang lebih baik.

Dan, hidup kita yang sesungguhnya tentu memang ada di ruang nyata, bukan di ruang maya.
Melihat lebih dekat pada mereka yang seringkali tak terlihat, yang terhimpit dalam peliknya warna kehidupan yang pekat. Pun, jumlah mereka yang sejatinya lebih berlipat.

Allah..
Semoga selalu Engkau mudahkan setiap urusan hamba-hamba-Mu dan Engkau kuatkan bahu-bahu hamba-Mu yang ingin Kau ujikan dengan ragam permasalahan hidup, apapun warna dan bentuknya.

=================================================
7 Syawal 1441 H / 30 Mei 2020
3 bulan masa PSBB ( pembatasan skala besar dan berkala ) epidemi covid-19.
Saat semua kegiatan harus dilakukan di rumah, termasuk sekolah.
Semoga wabah segera berlalu.

#mengambilhikmah
Catatan pengingat diri sendirin


Komentar

Postingan populer dari blog ini

" Zah..Zah...Ustadzah.."

Ikatlah Semua Asa Di Langit-Nya

Saat Ikhtiar dan Doa Tak Sesuai Taqdir