Ayah; Pondasi Tiang Peradaban Umat Yang Terabaikan

Ada sosok Ibrahim dibalik istimewanya Sarah dan Hajar dalam mewujud sebagai perempuan-perempuan pilihan Allah. Ada sosok Rasulullah dibalik istimewanya para ummahatul mukminin menjalani perannya sebagai madrasah umat. Suami & istri, dua sosok yang menjalankan peran saling melengkapi dan menyempurnakan sebuah tujuan pernikahan yang bermisi membangun bangunan bernama keluarga. Dan tentu saja, bangunan itu hanya akan berdiri dengan kukuh dan indah ketika suami dan istri bisa bersinergi dengan serasi. Bersinergi dimulai dari pembentukan karakter, membangun kesamaan persepsi serta hal-hal kecil sekalipun yang semuanya berpangkal dari luasnya hati teriring ilmu serta kesadaran akan peran-peran mereka dalam mewujudkan bangunan keluarga tersebut.

Maka, pembinaan-pembinaan yang bertujuan mengokohkan bangunan keluarga, haruslah menyentuh pada dua sosok pembentuk keluarga itu sendiri tanpa terkecuali, yaitu suami dan istri. Keduanya harus pula mendapat porsi pembinaan yang sama, walau mungkin dalam wadah atau konsep pendekatan yang berbeda. Selama ini, kita lebih sering menjumpai program-program pembinaan keluarga akhirnya hanya melibatkan dan menjadikan ibu ( perempuan ) sebagai obyek atau tujuan. Sehingga pada akhirnya, program-program itupun menjadi identik dengan kehadiran mayoritas para ibu yang tidak diimbangi dengan kehadiran para ayah.

Warisan pengetahuan ataupun mindset bahwa urusan keluarga adalah urusan para ibu, menjadikan para ayah akhirnya sengaja mengabaikan dan merasa tidak memiliki kewajiban lain, selain mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan anak dan istri atau pemenuhan materi semata. Mungkin, selintas mereka sempat memahami bahwa ada tugas lain dari para ayah selain hal tersebut. Namun, ketika lingkungan kita pun tidak memberikan ruang-ruang untuk mendorong serta ' meluruskan' mindset tersebut, bisa dilihat bagaimana sebagian para ayah di negeri ini menjalani perannya dalam keluarga.

Polah anggota keluarga, baik dan buruknya sistem yang ditunjukkan oleh keluarga tertentu yang biasanya dilihat selintas oleh orang lain adalah dalam hal pengasuhan anak, sosial atau kemasyarakat seringkali tertuju pada sosok ibu sebagai tertuduh atau tersangka. Beberapa kali, dalam permasalahan yang melibatkan anggota keluarga, khususnya anak-anak, ibu menjadi sosok yang pertama kali dibebani dengan ragam tudingan juga ribuan nasihat-nasihat yang kadang tersampaikan dengan 'kejam'. Permasalahan antar personal atau keluarga pun tak jarang para ibulah yang menjadi arah pertama untuk diinterogasi karena didakwa sebagai sumber penyebab awal.

Sejatinya, seorang ibu adalah makmum seorang ayah. Semua polah, tindakan yang diambil tanpa sadar adalah juga karena mengikuti polah sang suami, sebagai partner membina keluarga. Maka yang pertama kali seharusnya dimintai pertanggungjawaban atas apa yang terjadi dalam keluarga tentulah para ayah. Dan, para ayah dalam sebuah keluarga seharusnya pula memiliki karakter-karakter pemimpin yang memiliki tanggungjawab penuh terhadap apa yang terjadi pada keluarganya, dimulai istri, kemudian anak-anaknya.

Tanggungjawab para suami adalah bagaimana ia bisa mendidik, mengarahkan serta menjaga semua potensi kebaikan yang ada dalam diri istrinya sehingga dapat maksimal membersamainya dan anak-anak. Suami dengan perannya sebagai ayah sejatinya memiliki tanggungjawab yang lebih berat ketimbang ibu dalam pendidikan dan pengasuhan anak-anak mereka. Seperti halnya nabi Ibrahim yang terus memastikan bagaimana anak cucunya bisa teguh memegang aqidah yang selama kehidupannya diperjuangkan serta menanamkan nilai-nilai kepemimpinan untuk generasi-generasinya yang kelak Allah taqdirkan menjadi penerusnya mengemban amanah menyampaikan risalah tauhid di muka bumi.

Maka, pendidikan dan pembinaan kepada laki-laki dengan peran suami dan keayahan dalam sebuah keluarga wajib menjadi fokus utama dalam mewujudkan ketahanan keluarga yang kokoh di negeri ini. Tiang negara dan umat memang disematkan kepada para ibu (perempuan), namun ayah (lelaki) lah yang menjadi pondasi agar tiang itu dapat berdiri dengan kukuh menjalankan perannya sebagai tonggak menjaga generasi peradaban. Ketika pondasinya sendiri tidak memiliki struktur kekuatan yang hebat, maka bisa dipastikan tiang dan semua unsur dalam bangunan keluarga takkan bisa pula menghadirkan bangunan keluarga yang tangguh dan luarbiasa.


-Fitry Ratnasari-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

" Zah..Zah...Ustadzah.."

Ikatlah Semua Asa Di Langit-Nya

Saat Ikhtiar dan Doa Tak Sesuai Taqdir