Berbagi Cahaya CintaNya

MasyaAllah..
Hanya itu kata yang terucap saat menatap wajah dihadapan saya.
Sungguh Allah Maha Kuasa, luar biasa meretas setiap keniscayaan dalam diri seorang hambaKetika tatap manusia seolah segan menghampirinya, sungguh tatapan Allah tak pernah sombong untuk menatap hambaNya yang sentiasa menata diri menuju keridhoanNya, walau ia harus tertatih, walau tubuhnya kadang terhempas, namun dia tak pernah menyerah, terus merangkak, terseok, hanya untuk menggapai kasih SayangNya.
Beberapa tahun yang lalu.
Saya masih ingat saat tersasar ke sebuah gang. Saat itu saya diburu waktu menuju sebuah masjid dimana harus mengisi sebuah ta’lim para ibu . Kebetulan, ini adalah kali pertamanya ke daerah tersebut. Berhubung alamat yang diberikan tertinggal, maka saya hanya mengandalkan ingatan sesaat ketika menatap secarik kertas berisi alamat tersebut. Gang IX, hanya itu yang teringat.
Bismillah, saya berikhtiar menemukan masjid tersebut.

Memasuki gang itu tatapan-tatapan  heran mengiringi langkah saya . Perempuan-perempuan muda yang tadinya asyik mengobrol di teras-teras rumah petak , seolah takjub melihat kehadiran saya.
Naluri saya langsung meminta mulut untuk bertanya tentang masjid yang dimaksud.
Mereka tertawa.

“Wah, ibu salah masuk. Masjid nya di gang XI. 2 gang lagi kesono. Pantes, bukan warga sini, ya bu..”
“Ibu mo ngisi pengajian, ya..? kita boleh ngikut ga sih..?” seorang perempuan berwajah manis keluar dari pintu sebuah rumah.
“Jangan ngaco, baru sampe pintu masjid, kita pasti dah diusir …” seloroh temannya disambut “ gerr “ semua yang ada disana.
“ Lho, kenapa ? ayo, mbak kalo mo ikutan, ndak apa-apa kok..” ajak saya, yang sesungguhnya belum nyambung dengan lontaran kata-kata mereka.
Mereka malah tertawa. Saling melirik.
“Bu..kita ini kan wanita nakal,kalau kata orang mah, nggak mungkinlah mereka mau kita ikutan, ya nggak ?"

Wanita nakal  ? Allahu Robbi..ternyata..

Yap, ternyata saya masuk sebuah gang yang ditempati oleh para wanita PSK.
Ketika kesadaran itu datang, saya seolah hampir lupa dengan amanah yang harus ditunaikan. Setelah sedikit ngobrol dengan mereka, saya pun berpamitan untuk menunaikan amanah terlebih dahulu dan kemudian datang kembali bersilaturahim dengan mereka.
Tatapan mereka seolah tidak yakin, bahwa saya akan kembali lagi. Tapi saya pun berusaha menepati janji dan mencoba membaca “ kesasar “ saya sebagai sebuah pintu yang Allah berikan untuk bisa berbagi kebaikan kepada mereka.

Awal yang berat, ketika pesimis, rasa rendah diri, merasa hidup sudah penuh bergelimang dosa, seolah pintu taubat sudah tidak akan terbuka, bahkan tidak mampu melepaskan diri dari pekerjaan tersebut yang sudah tertanam kuat dalam pikiran mereka.

Alahmdulillah, 6 bulan menyambangi mereka dan  mendengar setiap cerita , Allah ijinkan mereka hadir dalam setiap ta’lim yang dengan inisiatif mereka adakan sendiri. Perlahan, tapi pasti. Itulah keyakinan yang saya pupuk. Walau terasa sangat sulit, toh, sepercik tausiyah, sebaris kalimat dari buku Iqro, bisa mereka dapatkan. Sepenggal kisah hikmah, satu ayat dari surat cintaNya mulai mereka kenali dan terekam dalam hari-hari mereka.

2 tahun bersama sepenggal hari-hari mereka. Hingga Allah taqdirkan sebuah perpisahan yang tidak pernah kami bayangkan. Hari itu, saat langkah kembali kesana - setelah hampir 3 bulan sebelumnya tidak bisa mengisi kajian mereka  dikarenakan satu halangan yang tidak bisa dihindari -, tidak lagi saya temui wajah-wajah itu.

“ Mereka di razia, Bu. Mungkin dah dibawa ke panti Sosial…” Itulah informasi yang saya dengar.

Ada harapan, walau gundah mendera. Harapan agar mereka mendapat solusi untuk mendapatkan pekerjaan pengganti yang baik dan halal. Ada gundah, khawatir ketika mereka hanya sesaat disana, lalu ketika  keluar memilih untuk kembali  ke lembah yang sama.
Saya pun hanya bisa  mengiringi kehilangan mereka dengan do’a. Semoga Allah limpahkan kehidupan yang lebih indah.

Namun, 4 tahun setelah itu..

“ Bu, Bu Fitri kan ? benar kan ini bu Fitri ?” wajah oval manis, berbalut jilbab biru laut itu menghadang langkah saya.
Saya tertegun. Pendaran rekaman wajah di memori berkelebat sejenak.

“Maaf, siapa ya ?” tanya saya ragu

Saat wanita itu menyebutkan nama, lengkap dengan sebuah daerah dan semua aktifitasnya yang pernah menjadi bagian dalam perjalanan episode saya, lisan ini pun hanya mampu bertasbih.
Pelukan erat kami seolah membayar kerinduan karena lama tak berjumpa. Dan tangis air mata kami luruh mengalir bak anak sungai. 
Ceritanya pun mengalir indah. Saat jalan indah Sang khaliq membawanya terus berniat untuk berubah, walau tertatih. Sepenggal ayat yang dulu pernah kami baca bersama menjadi penutup episode kelam dari kehidupannya..

“ Kemudian , sesungguhnya Tuhanmu ( mengampuni ) orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertaubat setelah itu dan memperbaiki ( dirinya), sungguh , Tuhanmu setelah itu benar-benar Maha Penampun, Maha Penyayang. “

( QS. An Nahl : 119 )
“ Terimakasih, ya bu, kalau dulu kita tidak pernah bertemu, mungkin saya tidak akan bisa seperti ini…”

Ah, sungguh , semua itu  adalah kehendak Allah Yang Maha Rahman. Memberi indahnya sebuah proses menemui cinta dan kasih sayangNya..
Saya hanyalah hambaNya yang juga berproses dan belajar, bahwa saya dipertemukan dengan mereka atas izinNya. Agar saya pun bisa belajar dan mengaplikasikan sebuah kalimat indah : Kita adalah da’i sebelum pekerjaan yang lainnya.  Untuk siapapun dia, apapun pekerjaan nya.

@fitry_ummuza






Komentar

Postingan populer dari blog ini

" Zah..Zah...Ustadzah.."

Ikatlah Semua Asa Di Langit-Nya

Saat Ikhtiar dan Doa Tak Sesuai Taqdir