Pintu Rumah
Seorang teman menelpon saya dengan isakan tangis yang terdengar..
" Mbak..gara-gara saya nulis di blog,
sekarang suami lagi disidang sama orangtua saya. Aduh, saya nyesel, mbak.
Kasihan ayahnya anak-anak.."
" Saya ga pernah berpikir akan seperti ini
kejadiannya..."
Lalu mengalirlah ceritanya.
Beberapa waktu lalu, teman saya, suami dan anak-anak mereka
dihadapkan pada masalah ekonomi yang sulit. Sang suami mengalami masalah dengan
pekerjaannya, sehingga sementara waktu hanya mencari kerja sambilan yang itupun
tidak selalu membawa hasil. Uang tabungan pada akhirnya terkuras untuk menutupi
biaya hidup sehari-hari dengan 3 balita mereka. Hingga akhirnya, Allah ujikan
mereka dengan keadaan tanpa memegang uang sepeserpun.
Teman saya, kebetulan juga aktif mengelola blog pribadinya. Seperti
biasa, untuk sekedar meringankan pikiran, menulislah ia sesuai apa yang
sedang dirasakan.
Tanpa disadari, Tante teman saya ternyata juga seorang
blogger, Allah ' skenario' kan mampir di blog teman saya tersebut.
Skenario Allah itupun berlanjut, ketika akhirnya sang tante mengetahui
bahwa blog yang ia kunjungi dan ia baca tulisan nya adalah blog sang keponakan.
Karena ingin simpati atau empati, sang tante menyampaikan
keadaan teman saya sesuai dengan apa yang tertulis di blognya kepada orang tua
teman saya yang kebetulan memang masih tinggal satu kota. Dan , cerita
selanjutnya seperti diceritakan teman saya di awal tadi. Sang mertua memanggil
sang menantu dan menginterogasi, apa yang telah terjadi dan mengapa anak serta
cucunya bisa menjalani hari-hari seperti itu ?
Duh, saya bisa mengerti kenapa orang tua teman saya sampai
bersikap demikian. Perasaan orang tua atau kakek- nenek mana yang tidak sedih
ketika tahu anak dan cucunya mengalami kesulitan sedangkan mereka dalam kondisi
yang sebaliknya?
Tapi, bagamana juga dengan suami teman saya tersebut ? Yang saya
tahu apa yang dialaminya memang bukan semata keinginan dia atau bukan karena
dia tidak bertanggung jawab kepada anak dan istrinya, kan ?
Di akhir teleponnya, teman saya berkata ,"
Doain, ya mbak. Mudah-mudahan semua akan baik-baik saja..."
Namun, beberapa hari kemudian teman saya menelpon lagi.
" Mbak.. sekarang ibu sering kerumah. Bawain makanan, beras,
minyak, memberi uang. Aduh, mbak, gimana, nih? Mereka jadi khawatir terus dan
membuat suami saya...."
Teman saya tidak melanjutkan perkatannya, karena tangisannya sudah
tidak mampu membuatnya bersuara lagi.
Ya..saya bisa merasakan apa yang dirasakan suami teman saya
tersebut.
Pelajaran yang berharga untuk saya. Walaupun maksud teman saya
menuliskan pengalamannyarahasia " rumah kita, yang tentunya lebih baik
kita ceritakan pada Pemilik Kehidupan kita.
Saya berharap, suami teman saya bisa berlapang dada menghadapi
masalah ini dan tidak merasa kehilangan harga diri atau izzahnya sebagai
seorang kepala keluarga yang sudah Allah amanahkan mereka.
hanya untuk sekedar berbagi cerita atau membuat dirinya atau
orang lain mengambil hikmah dari tulisannya, mungkin kita tetap harus
memperhatikan aspek "
Ketika saya ceritakan hal ini pada suami saya, dia hanya tersenyum
dan berucap :
" Istri adalah pintu rumah..."
Hmm...tahu maksudnya kan...?
=============
@fitry_ummuza
Komentar
Posting Komentar