Samudera Keikhlasan Dalam Bait Perjuangan

Hari itu, pertama kalinya kami  berkunjung ke Assyifa Boarding School kampus 2 di Wanareja, Subang. Kampus terbaru dari Assyifa yang baru saja diresmikan sekitar 2 tahun silam ini ditempuh kurang lebih 30-35 menit dari kampus utamanya di jalan cagak kabupaten Subang. Kampus ini mungkin bisa dibilang lebih dekat dengan pusat kota Subang. Jadi, untuk kami yang masuk dari arah Jakarta lewat tol cipali, kampus Wanareja ini terbilang lebih cepat untuk dicapai ( 20-25 menit ) selepas keluar tol dan masuk kota Subang.

Walaupun begitu, rupanya lokasi kampus ini begitu ' istimewa'. Bagaimana tidak ? Jika untuk mencapai Assyifa Jalan Cagak kami cukup melewati jalan raya yang mulus dan ramai, maka untuk  menuju kampus wanareja ini, kami harus masuk melewati jalan-jalan sederhana, dan kemudian menyusuri jalan sepi sekitar 10 menit dengan suguhan bentangan hutan karet di sisi kanan kiri jalan. Terbayang suasana jalan ini saat  malam hari. Gelap, lengkap dengan suasana hutan yang pastinya masih sangat terasa.

Tiba di pintu masuk kawasan sekolah, kami langsung mendapati pemandangan yang berbeda, Lingkungan komplek pendidikan dengan desain bangunan-bangunan  khas milik Assyifa. Komplek pendidikan Assyifa Wanareja ini memiliki konsep desain dengan komplek bangunan yang tersusun lebih terpusat dan rapi. Satu area dibuat seolah menyatu antara sekolah, asrama, masjid, ruang makan, hingga syifamart, baik untuk komplek putra ataupun putri ( komplek putra dan putri tetap terpisah, ya ), juga untuk kawasan rumah dinas para ustadz & ustadzah, guesthouse, bahkan kampus LTIQ ( Mahad Tahfidz ) yang juga mengisi komplek Assyifa Wanareja ini.
Tata ruang ini memang terlihat sedikit berbeda dengan komplek kampus Assyifa Jalan Cagak, dimana struktur pemetaan bangunan berdasarkan fungsinya disana akan ditemui lebih terpencar.

Yang paling memikat hati setibanya kami sampai disana adalah bangunan masjid yang ada di setiap komplek, baik putra ataupun putri. Dengan desain khas Assyifa, mesjid ini tampak elegant. Warna emas pada kubahnya mengingatkan kami pada sebuah masjid yang tanahnya kami rindukan untuk disinggahi, di Palestina sana. Walau hawa kampus ini bisa dibilang tidak sesejuk kampus jalan cagak (karena lokasinya mungkin dekat dengan kota, serta diatas bukit yang belum banyak pepohonan yang menghiasinya), suasana syahdu dan khusunya begitu terasa saat kita berada di dalam masjid, juga di sekitar kampus ini. Ditambah dengan jumlah penghuni kampus yang terbilang masih sedikit (3 angkatan putra  dan 2 angkatan putri), membuat  suasana kampus pun belum terlalu semarak  seperti halnya di kampus Jalan Cagak.

Tetiba, kami terbayang dengan para pendidik yang di amanahkan di kampus 2 ini. Entahlah, refleks saja terlintas beberapa kata yang ingin disematkan kepada mereka: pengabdian,ketangguhan, keshabaran dan keikhlasan.

Ya, membayangkan keberadaan mereka semua disini yang terpilih menjadi ujung tombak awal  dalam usaha mewujudkan generasi peradaban, seperti tagline visi misi sekolah di kampus ini, tergambar sosok-sosok yang pastinya sudah Allah pilih dengan segala rahasia taqdir-Nya. Sosok yang akan Allah didik menjadi mereka  yang berusaha tangguh menghadapi "getir"nya medan yang belum seramah kampus utamanya. Pastilah  dibutuhkan keshabaran yang luar biasa dengan kondisi yang masih sedikit terbatas ini. Jauh dari keramaian, akses dan sarana transportasi yang belum maksimal untuk keluar masuk kampus dan menuju kota, sehingga cukup membatasi juga pemenuhan beberapa kebutuhan-kebutuhan mereka. 

Dibutuhkan hati yang begitu  lapang untuk membingkai keikhlasan dalam menjalani amanah yang terbilang berat namun istimewa ini. Tentu hanya atas nama pengabdian sebagai anak manusia dan makhluk dari pencipta-Nyalah, mereka sanggup  mendedikasikan  hari-hari dalam kehidupannya untuk sebuah perjuangan melahirkan generasi-generasi yang kelak dapat menjadi sebaik-baik manusia di hadapan-Nya, menjadi orang tua kedua bagi pemuda pemudi belia yang diikhtiarkan oleh orang tua utama mereka sebagai sahabat mendidik mereka.

Mencoba merasakan perjuangan mereka, tidak hanya fisik namun juga psikis. Membina pemuda-pemudi belia yang tidak lahir dari rahim-rahim mereka dalam sebuah episode usia kehidupan mereka yang dikenal rawan dan memerlukan sentuhan-sentuhan pembinaan yang tak sekedarnya, tentulah sangat tidak mudah untuk dilakukan semua orang. Hanya mereka yang benar-benar berani dan memiliki idealisme perjuangan serta jiwa pengorbanan tuluslah yang pastinya bisa mulus menjalaninya.

Maka, saat kami menikmati sudut-sudut kampus sampai kemudian melakukan perjalanan untuk meninggalkannya kembali, kami coba lekatkan pesan untuk tertanam dalam benak anak-anak tentang sebuah torehan pengabdian yang sedang  guru-guru; asatidz &asatidzah mereka jejakkan disini. Torehan pengabdian yang mungkin tidak terlihat utuh, namun sesungguhnya akan meninggalkan jejak yang takkan hilang dalam diri mereka sepanjang usia. 

Maka kami pesankan kepada anak-anak, saat jiwa dan raga terasa lelah dalam menjalani aktivitas di asrama atau sekolah dalam melakoni penggalan hari yang mungkin terasa begitu getir dan mengacaukan rasa, ingatlah bagaimana sebuah episode pengorbanan yang juga tak kalah getir dilakukan oleh para guru mereka. Meninggalkan kemudahan-kemudahan untuk berjibaku dengan tantangan-tantangan di hadapan dalam menemani proses pembinaan anak-anak didik mereka. Ada yang masih  harus bolak balik melalui belasan kilometer melewati perjalanan yang tak selalu lancar, karnea tugas mendidik dan keluarga yang sementara belum menyatu dekat komplek kampus. Ada yang menikmati atap kehidupan bersama keluarga  di komplek asrama yang sangat mungkin tak seindah keluarga lainnya bersama balutan alam yang juga  tak sesejuk di sudut-sudut sana.

Ada beban di bahu mereka, ada amanah yang tak hanya akan dipertanggung jawabkan kepada sesama, namun juga kepada Pemilik Kehidupan sesungguhnya. Ada tarikan-tarikan warna kehidupan yang mungkin tampak lebih cerlang silih berganti terus menggoda, namun sanggup mereka abaikan hanya karena besar rasa cinta dan harapnya kepada anak-anak didik mereka,

Maka, bantulah asatidz/asatidzah disana untuk bisa  menunaikan sempurna semua amanahnya. Bantu mereka untuk selalu bisa tersenyum. Hadirkanlah binar bahagia di wajah-wajah mereka. Hiburlah mereka dengan memaksimalkan potensi-potensi kebaikan yang terus berpendar di hadapan mereka. Jagalah adab, serta muliakanlah mereka dengan santun yang senantiasa terjaga.

Sejatinya, kebahagiaan mereka kelak adalah saat melihat anak-anak didiknya berhasil meninggalkan kawah peradaban ini  dengan al-quran yang mewarnai gerak amal, ilmu yang membawa manfaat untuk umat, kemuliaan akhlak yang memesona, serta  tertulis nama mereka dalam sejarah peradaban sebagai generasi  mulia yang dicintai umat karena tegak di jalan-Nya dan senantiasa mencintai Rabbnya.

Ya, saat penat terasa melanda, saat jenuh begitu menyiksa, saat malas membuat raga lunglai dan tak ingin tegak, ingatlah akan perjuangan para ustadz/ustadzah di asrama dan sekolah ini, yang pastinya juga sama- sama telah begitu banyak berkorban waktu, pikiran, tenaga, bahkan perasaan ketika menghadapi ragam polah  yang belum tentu sebanding dengan apa yang sudah dilakukan anak didiknya.

Ingat, ingatlah perjuangan mereka. Dan sebaik-baik  adab kalian para penuntut ilmu adalah dengan memuliakan para guru, agar Allah juga berkenan mengukuhkan ilmu dalam diri dan meridhoi akhlak mulia melekat dalam tampilan setiap gerak laku.

Akhirnya, teriring doa untuk semua pendidik di kawah peradaban ini.

@fitry_ummuza






Komentar

Postingan populer dari blog ini

" Zah..Zah...Ustadzah.."

Ikatlah Semua Asa Di Langit-Nya

Saat Ikhtiar dan Doa Tak Sesuai Taqdir