Nasihat, Cara Allah Menjaga Kita
Nasihat sejatinya akan selalu hadir mengiringi manusia-manusia pembelajar ; mereka yang selalu ingin belajar. Mereka yang selalu belajar untuk menikmati setiap proses kehidupan yang dilalui, membaca hikmah dari setiap apa yang dijalani dan mencerna dengan obyektif appaun yang tersampaikan di telinga entah itu yang membuat wajah kita akan bersemu merah, hati yang melambung tinggi ataukah yang akan membuat dada bergolak menahan malu, jengkel dan marah.
Mengelola hati dalam menerima nasihat tentu sangat diperlukan agar apa yang ingin Allah selipkan dalam setiap nasihat yang kita terima, kita dengar atau kita baca sanggup melakoni perannya sebagai pembuka kebaikan untuk yang menerimanya. Ketika kita jumawa dan merasa bahwa tidak pernah ada yang salah, keliru atau kurang baik dalam diri, sesungguhnya kita sedang berada dalam kerugian yang amat besar, dimana Allah membiarkan kita berkubang dalam kesengsaraan.
Ibnu Hibban berkata :
" Sesungguhnya, hukuman terberat yang dirasakan oleh seseorang adalah ketika ia tidak tahu aib dirinya sendiri yang karenanya ia tidak akan berhenti dari kejelekannya dan tidak akan tahu pula kebaikan orang "
Ya, ketika kita terkungkung dalam kondisi yang selalu merasa dalam kebaikan, tak ada aib yang membuatnya harus memperbaiki diri dan selalu memandang keburukan atau kelemahan adalah milik orang lain, maka sejatinya itulah cara Allah menghukum seorang manusia, meninggalkannya dalam ruang jiwa yang maya tanpa sedikitpun perlindunganNya. Pandangan hatinya tidak Allah arahkan pada ruang-ruang kebaikan. Allah hukum kita dengan membiarkan pandangan kita sebatas diri sendiri yang merasa bening tanpa ada aib yang perlu diseka dengan kesungguhan jiwa.
Maka sejatinya, setiap nasihat kebaikan, masukan positif atau apapun bentuknya yang datang kepada setiap kita adalah cara Allah untuk menjaga kita agar dapat berhenti dari kejelekan atau bangkit dari kelemahan yang kita miliki dan memperbaiki menuju keridhoan-Nya. Apapun bentuk nasihat yang menghampiri kita, terimalah dengan sebaik-baik hati. Agar pesan yang tersurat atau tersirat darinya mampu kita cerna dengan hati yang jujur dan lapang, sehingga akan berbuah kesadaran diri yang sempurna, membaca hikmah dengan paripurna. Karena kita memang bukanlah makhluk yang sempurna,yang terbebas dari kelemahan dan kesalahan, Sungguh, hanya Allah saja yang paling mengetahui kadar kebaikan yang ada pada diri kita.
" Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertaqwa."
( An Najm: 32 )
=======
Komentar
Posting Komentar