Pena Menguntai Aksara Jiwa


Beberapa hari ini, benda kecil itu menyita perhatian saya. Alur cerita bergelombang, berdesakan keluar dari ruang kepala. Tentang sebuah pena, yang darinya berjuta-juta kata mungkin sudah tertulis olehnya. Entah, sudah berapa banyak ia ikut mengolah rasa, ikut menjuntaikan asa, serta ikut menorehkan beragam mimpi dan cita. Mimpi anak manusia yang silih berganti memenuhi hari-hari dengan segala tragedi, penuh cinta ataupun nestapa.

Pernah satu masa, ia turut membersit episode mengejar cita. Bersahabat dengan lembaran kertas putih yang setia menampung coretan yang seringkali pula berakhir di tempat sampah, setelah dengan begitu perkasanya sang pena melarungkan tinta diatasnya. Atau pernah pula satu ketika, ketukannya di atas meja terus mengiringi malam yang semakin larut, saat ia harus membersamai jiwa yang terus mencari sambungan kata untuk sebuah presentasi yang harus dilakoni. Dan, ia pun pernah setia untuk digenggam erat, saat sebuah hati merasa begitu tak percaya diri di hadapan para penguji kapasitas ilmu yang meminta pertanggungjawaban sebuah literasi.

Benda itu bisa jadi memang tak berwujud indah.  Di setiap etalase, yang serupa itu pun mungkin tak sulit  dijumpai. Untuk sebagian raga, mungkin ia sekedar pelengkap saja. Tak bernilai lebih, bahkan mungkin dianggap tak utama berguna. Namun, bukankah seringkali yang kecil itu menjadi sebab sebuah keindahan bermula ?

Pena, begitulah ia menjadi sebab tinta melarik baris-berbaris kalimat indah di atas lembaran kertas putih. Ia membantu mengisi dengan untaian aksara yang terlahir dari gejolak rasa. Kadang mungkin aksara terlalu menceracau entah kemana, tapi seringkali ia pun tertoreh melantunkan keharmonian. Ia menjadi sebab terangkumnya kalimat menjadi cerita indah, atau sekedar terlahir sebagai inspirasi, semangat kehidupan untuk siapapun yang ingin menelusuri baris demi baris hingga tertangkap maknanya.

Detik ini, kembali saya pun menelisik tentangnya. Betapa sesungguhnya ia bisa menghadirkan energi yang luar biasa agar sebuah diri mampu memberikan goresan aksara untuk semesta. Memahat pada setiap ruang kehidupan, dan menghadirkan siluet cahaya untuk sesama. Bersama pena, setiap diri juga bisa membubuhkan tanda cinta yang akan selalu dibaca dan dikenang sepanjang masa. Bersama pena dan lembaran kertas, berharap kelak akan bisa terwujud catatan diri berisi aksara jiwa, menabur manfaat untuk gemilangnya peradaban anak manusia, hari ini dan masa depan.


@fitry_ummuza


Komentar

Postingan populer dari blog ini

" Zah..Zah...Ustadzah.."

Ikatlah Semua Asa Di Langit-Nya

Saat Ikhtiar dan Doa Tak Sesuai Taqdir