Jika Kita Mencintai Rasulullah
Hari ini, serombongan anak-anak melintas sambil bersholawat dengan
polah beragam, diiringi riuh rendah suara-suara mungil mereka.
" Kan hari ini mauliiiiid,
buu .." jawab mereka serempak saat kami
menyapa dan bertanya.
Kami tersenyum maklum.Kemudian, mengundang mereka duduk sejenak, sekedar ingin menyimak sejauh apa mereka telah
mengenal sosok yang mereka senandungkan dengan sholawat tadi.
Sekian menit mendengarkan celoteh-celoteh mereka.Ada perih yang tetiba menjalar dan sesak yang menghimpit dada. Perih, ketika mereka hanya
sebatas tahu tentang sebuah nama, dengan kisah singkat tak lebih dari dua baris
kalimat pelengkap. Lahir di Mekkah pada tahun gajah. Ayahnya bernama
Abdullah,ibunya bernama Aminah. Istrinya khadijah dan Aisyah. Itu saja ?
Ya, itu saja.Tak lebih, tak ada lagi yang mereka ketahui.
Lalu, cintakah mereka pada
sosoknya ?
Semua pun menjawab kompak, "Cinta dong, buuuu ..."
Kami menyambut jawaban itu
dengan senyum. Senyum berbalut miris. Karena sesungguhnya, cinta itu akan
selalu menuntut pembuktian dan cinta tak bisa hadir dengan sekenanya.
Cinta hadir dari sebuah
keterikatan yang bermula dari mengenal. Ia akan semakin kokoh saat benar-benar
mengerti dengan benar siapa yang dicintai. Mengenal akan menghadirkan rasa yang
lebih kuat dan dalam serta tak mudah digoyahkan. Begitu pula cinta kepada sang
junjungan, Rasulullah sebaik-baik teladan. Sesungguhnya ia dicinta bukan karena
namanya semata, bukan karena nama ayah ibunya, bahkan bukan pula karena tempat
dan tahun kelahirannya.
Cinta yang hadir padanya akan
semakin kokoh tak tergoyahkan saat kita mengenal lebih dalam seperti apa setiap
tingkah lakunya. Seperti apa ia menjalani setiap episode kehidupannya. Cinta
kepadanya akan tumbuh dengan subur saat mengerti dengan utuh bahwa betapa ia sudah pula memberikan cintanya lebih dulu kepada kita, jauh berabad lalu sebelum setiap kita
hadir di dunia.
Maka inilah semestinya yang
mengawali cinta untuk hadir melingkupi setiap aliran darah kehidupan kita, juga
generasi-generasi masa depan ini.
Mengenalkan anak-anak pada
sosok Rasulullah dengan sempurna menjadi bagian penting dalam proses
pendidikan generasi. Karena jika tidak, akan menjadi sebuah
kekeliruan ketika sekedar menumbuhkan cinta dengan aroma doktrinisasi.
Doktrin perintah, tanpa penguatan pemahaman kenapa mereka harus mencintai,
hanya akan melahirkan generasi-generasi yang 'cinta' tanpa landasan dan akan
mudah digoyahkan bahkan meluruhkan cinta itu sendiri dikemudian hari.
Maka pertama yang bisa
dilakukan adalah bagaimana mengenalkan dengan lebih dekat anak-anak kita pada
sosok Rasulullah, yang namanya selalu pasti disebut pula dalam tahiyat minima pada lima waktu sholat. Mengenalkan pada sosoknya yang dipenuhi teladan-teladan
mulia untuk kehidupan. Menceritakan pada mereka bagaimana indahnya akhlak
beliau dalam keseharian. Bukan hanya sebagai pribadi, tapi juga sebagai seorang
anak, seorang suami, seorang ayah, seorang kakek, seorang sahabat, seorang
pemimpin, bahkan seorang lawan untuk musuhnya. Episode yang bisa kita bacakan
dari ragam buku-buku sirah atau sejarah kehidupannya yang sudah banyak tertulis . Episode yang juga bisa kita
contohkan sebagai bentuk pengejawantahan kita terhadap karakter Rasulullah yang
menjadi panutan.
Mengalirkan terus kisah-kisah
Rasulullah sejak lahir hingga wafatnya akan menjadi sebuah penguat rasa cinta
pada mereka. Dengan mendengar , menyimak dan terus berulang menikmati setiap
episode perjalanan hidupnya, juga akan semakin menumbuhsuburkan cinta dalam
diri mereka. Cinta yang kokoh bukan karena sekedar " diperintah",
tapi juga memiliki landasan cinta yang mendalam karena mereka sungguh mengenal
dan mengerti, mengapa Rasulullah pantas untuk dicintai.
Pada akhirnya, mencintai
Rasulullah bukan sekedar mengajarkan anak-anak untuk selalu menyenandungkan
sholawat untuknya, atau bergegap gempita dengan euphoria merayakan maulidnya,
sedangkan setiap teladan nya tidak mewarnai gerak dan laku kita untuk kemudian
kita contohkan pula kepada anak-anak.Karena sesungguhnya, mengapa Rasulullah
harus dan pantas dicintai dengan sepenuh jiwa adalah karena begitu mulianya
akhlak beliau mewarnai semesta ini.
Ya, akhlaklah yang
menjadi sebuah pondasi peradaban anak manusia. Akhlaklah yang bisa membawa
sebuah tatanan masyarakat menjadi lebih beradab dan mulia. Dan titah
sempurna dariNya untuk Rasulullah, jelas tertulis sudah.
" Engkau diutus
untuk menyempurnakan Akhlak "
Ketika hari ini kita diingatkan
kembali hari kelahirannya, maka sesungguhnya sebuah refleksi terbaik
untuk kita dan generasi adalah menilik kembali, sudah sejauh apa akhlak
Rasulullah kita teladani dengan utuh, bukan sebatas yang kita sukai dan kita
sanggupi ? Sudah seberapa jauhkah kita
mengenal sosoknya yang mulia, tak sebatas tahun kelahiran atau sekedar nama
orangtuanya ? Sudah seberapa jauhkah kita memahami lika liku perjalanan hidup
beliau, yang di setiap episodenya tergores dengan tinta emas kisah-kisah penuh
hikmah yang tak basi sepanjang masa ?
Maka, kadar cinta yang mengakar dalam diri, tentu akan terukur berbanding lurus dengan kadar sempurnanya kita mengenal
sosoknya yang memang luarbiasa.
Begitulah. Cinta memang hanya
akan tumbuh dengan kokoh, ketika ia hadir karena sempurnanya mengenal
siapa yang dicintai dengan sepenuh hati.Maka, mencintai Rasulullah dengan berusaha mengenalnya sempurna adalah menjadi satu kemestian yang harus kita lakoni, agar cinta padanya selalu setia sepanjang kehidupan, hingga
kelak kita bisa bersama dengannya di surga.
@fitry_ummuza
Pic : by zaheedah shareefah
Komentar
Posting Komentar