Menyemai Cinta Di Samudera Aksara

Ketika ingin menulis tentang buku dan anak-anak, pastilah tidak ada habisnya. Selalu seru saat mengingatnya. Ingat saat berpayah peluh mengumpulkan buku-buku sehat dan bergizi saat mereka masih dalam kandungan, bahkan perencanaan dan list judulnya sudah jauh-jauh hari sebelum tahu siapa calon ayah mereka nanti.

Ya, karena jauh sebelum menikah dan mempunyai anak, saya sudah sering melihat dan jatuh hati dengan ragam buku-buku anak yang menarik, baik dari segi isi ataupun covernya. Ketika saya kecil dulu, lumayan sulit menemukan buku-buku sebaik dan sebagus yang ada saat ini. Mungkin karena memang saat ini zaman sudah jauh berbeda. Sempat terpikir bahwa penulis buku-buku anak keren itu dulunya mengalami hal yang serupa dengan yang saya alami, merasa “kurang” mendapat buku-buku yang bagus saat kecil dan akhirnya bercita-cita kelak ketika dewasa akan membuat buku yang bagus untuk anak-anak di masa depan agar mereka tidak lagi kesulitan mendapatkan bahan bacaan yang bergizi tinggi.

Alhamdulillah, setelah menikah dan punya suami yang Allah taqdirkan juga seorang “booklovers”, perjuangan melanjutkan pesan orangtua agar “ suka buku dan suka baca” pun bisa segera di eksekusi tanpa berpikir dua kali. Ups, namun ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Karena untuk menyediakan buku-buku bergizi di zaman ini perlu perjuangan yang tidak kalah seru dari zaman saya ketika kecil.

Seiring perkembangan zaman, nilai uang yang semakin rendah serta ditambah harga kebutuhan sehari-hari yang terus merangsek naik, maka menyediakan buku atau bacaan bergizi untuk anakpun harus dengan usaha dan niat yang ekstra kuat. Kunci utama akhirnya ada pada niat dan kuatnya ikhtiar untuk menyisihkan sebagian rezeki demi memenuhi kebutuhan buku-buku mereka. Seiring dengan itu, saya menyadari bahwa waktu tidak akan pernah berjalan mundur. Tertinggal sehari, artinya ada satu hari yang tersia-sia dari mengisi masa emas kehidupan anak-anak kami. Maka, walau dengan perlahan dan bertahap, kami selalu mengupayakan keberadaan anggaran pengadaan buku-buku bergizi di rumah.

Sebenarnya buku-buku bawaan saya dan suami sebelum menikah juga sudah lumayan banyak, tapi tentunya bukan buku-buku yang diperuntukkan bagi bayi, balita maupun anak-anak. Akhirnya, dengan perjuangan menyisihkan sebagian penghasilan setiap bulannya, hadirlah buku pertama untuk anak-anak dalam bentuk paket yang harus kami tebus dengan harga lumayan merogoh kantong saat itu. Satu paket buku yang jadi pilihan setelah mempertimbangkan detail isi, jenis “boardbook” yang tidak mudah sobek, warna cerah untuk menstimulasi otak anak, juga besar huruf yang kelak memudahkan anak belajar mengenali huruf dan membaca.

Sebenarnya, sesaat setelah membeli kami sempat terpaku keheranan atas keputusan berani untuk membeli satu paket buku yang rasanya menjadi barang paling mewah yang kami punya saat itu. Tapi, sejak saat itu pula jangan tanya betapa antusiasnya kami ketika melihat buku-buku anak yang bergizi. Kami sekeluarga juga akhirnya sepakat untuk meniadakan televisi di rumah, untuk menguatkan tautan hati dan aktivitas anak-anak dengan buku. Apalagi melihat acara televisi saat ini lebih banyak berisikan acara-acara yang kurang mendidik. Mungilnya rumah kami pada akhirnya cukup memudahkan pengaturan buku agar bisa mudah terjangkau serta mudah dilihat oleh siapapun dan dari sudut manapun. Lemari warisan dari mertua pun, akhirnya mengulang tugas buffet orangtua saya dulu menjadi lemari buku.

Kenapa kami semangat sekali memberikan buku untuk anak-anak ?
Karena kami yakin bahwa tidak akan pernah sia-sia mengenalkan anak-anak dengan buku sejak dini, InsyaAllah.
“Mula Tresna Jalaran Saka Kulina”
Mencintai (buku), karena terbiasa melihat dan hidup bersama (buku).

Sama seperti halnya keyakinan saya untuk selalu membacakan mereka ayat-ayat Al-Qur’an sejak mereka masih di dalam kandungan, lalu dibacakan pula artinya. Mungkin untuk sebagian orang masih terasa aneh dengan aktivitas membacakan kalimat demi kalimat kepada janin, atau asyik membacakan buku kepada bayi mungil yang belum mengerti apa-apa, atau juga membiarkan mereka asyik bereksplorasi memainkan buku-buku mereka. Tapi saya sangat yakin, apa yang saya perdengarkan saat itu akan tersimpan erat didalam neuron-neuron otak mereka.

Begitulah, ketika kita sering membacakan buku kepada anak-anak terutama sejak bayi atau balita, memang bukan pada saat itu atau langsung keesokan harinya mereka akan mengulang atau mengingatnya. Begitu khas otak anak-anak. Merekam serta menyimpan dengan rapi, hingga di saat-saat tak terduga rekaman itu akan terwujud sempurna berupa kata, sikap, tingkah laku hingga pola berfikir mereka. Amazing , bukan?

Kami ingat betul di tahun-tahun pertama usia anak laki-laki kami, Zaheed. Dimana kami sering membacakannya buku dengan tema astronomi, tentang planet-planet dan tatasurya yang ada di semesta. Juga pernah kami perlihatkan kepadanya buku-buku “crafting”, tentang beragam cara membuat prakarya dari barang-barang bekas. Saat itu, dengan kualitas konsentrasi di usianya, memang dia tidak dengan seksama duduk diam mendengarkan. Tapi saya yakin, binar matanya pada gambar-gambar berpola, atau ketika mendengar satu-dua kalimat yang diperdengarkan dan mengisi rongga kepalanya akan menjadi simpanan berharga untuknya kelak.

Ya, dari buku-buku yang selama ini saya baca dan pelajari juga , saya semakin mengerti bahwa seperti itulah karakter anak seusianya. Kelebihannya lagi, buku untuk anak-anak bisa menjadi satu motivasi tersendiri bagi mereka, tentunya selain ragam pengetahuan baru di awal-awal usia kehidupan mereka.

Benar saja. Ketika usianya terus bertambah, ingatannya tentang apa yang pernah dibacakan dulu serta melekat kuat dalam pikirannya, secara perlahan tertumpah ruah saat dia sudah bisa mengerjakan banyak hal sendiri hingga hari ini. Mulai dari bercita-cita menjadi astronot, mengingat detail tentang planet Jupiter hingga antusiasmenya yang tinggi tanpa pernah bisa menunda untuk mengubah bentuk berbagai barang bekas yang dia temui.

Saya masih ingat ketika akhirnya Zaheed mau untuk tidur sendiri di kamarnya, setelah dia membaca buku salah satu buku yang berjudul “Aku Berani Tidur Sendiri”, atau si bungsu Husna yang akhirnya berani menyambangi dokter gigi, setelah beberapa kali dibacakan buku dengan judul “Aku Berani ke Dokter. Lalu , saat gigi Husna "geripis" dan beberapa terlepas, tanpa diduga dia pun berkata :

"Ummi, gigi husna copot karena sama Allah akan diganti lagi dengan yang lebih bagus kan ya ? Seperti daun-daun yang rontok, sama Allah akan diganti dengan daun-daun yang baru, iya kan? Jadi, nggak boleh sedih, karena yang hilang itu akan diganti oleh Allah dengan yang lebih bagus, seperti yang di buku dulu itu lho, mi..." kata-kata menakjubkan yang memutar kembali ingatan saya saat dulu membacakannya buku.
Yup, benar, ternyata dia ingat akan salah satu jilid buku yang pernah saya bacakan saat usianya pun masih di kisaran 1,5 tahun.

Dan ternyata masih banyak kejutan menarik dari anak-anak hasil interaksi mereka dengan buku, berupa pengalaman yang terekam oleh mereka saat dibacakan buku-buku bergizi lainnya. Betapa bersemangatnya sulung kami, Za ,yang ingin mencontoh Rasulullah SAW untuk tidak tertawa terbahak-bahak dan selalu menutup mulutnya saat tertawa, atau begitu terinspirasinya Zaheed dengan rasa malunya Utsman bin Affan ra yang saat mengetahui betisnya terlihat karena pakaiannya sedikit tersingkap kemudian langsung segera menutupnya kembali.

Kemudian betapa kami terkaget-kaget ketika keluar dari mulut mereka kata-kata bijak para ulama dalam sebuah buku yang pernah dibacakan, atau sebait hadist yang tercantum dalam buku yang sudah sangat lama saya bacakan dulu. Dan saya pun pernah dibuat terhenyak saat Husna lancar menceritakan isi buku yang hanya saya sebutkan judulnya, karena dia sudah terbiasa mendengarkan saya atau kakaknya membacakan isi buku itu sejak Husna masih bayi, ketika Husna sama sekali belum mengenal huruf. Pada akhirnya Husna seperti begitu termotivasi untuk cepat bisa membaca karena ingin membaca sendiri buku-buku kesayangannya.

Saat ini, sulung kami pun sudah mulai membiasakan diri untuk menulis karena merasa mendapat derasnya inspirasi yang beragam dari banyak hal yang pernah dia baca dan temui. Dan tentunya, karena itu juga saya harus menguras kembali energi dengan mengoptimalkan waktu senggang dengan terus membaca dan menemukan kembali ragam ilmu untuk diulang atau ditambah agar bisa menjawab luncuran-luncuran pertanyaan ajaib anak-anak dari hasil mereka membaca. Sungguh, buku memang selalu menjadi jendela ilmu.

Saya yakin, satu hal terpenting setelah berhasil mengenalkan dan membuat anak-anak cinta dengan buku adalah kelak saat mereka dewasa, mereka akan selalu mengingat dengan apa yang sudah kita tanam dalam ingatan mereka. Juga satu hal pasti yang akan indah terkenang oleh mereka adalah saat-saat indah dimana suara saya dan suami saya membacakan mereka kisah-kisah atau buku dengan penuh kasih dan cinta. Sweet Memories, bukan ?
Khusus untuk keluarga saya, kelak saat mereka dewasa sepertinya merekapun akan selalu ingat dengan episode banjir yang deras meninggi atau bocor di beberapa sudut rumah lalu dengan serta merta kami semua secara serentak berpikir tentang satu hal untuk di selamatkan terlebih dahulu , yaitu : buku !


@fitry_ummuza



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

" Zah..Zah...Ustadzah.."

Ikatlah Semua Asa Di Langit-Nya

Saat Ikhtiar dan Doa Tak Sesuai Taqdir