Tawakal, Episode Penyempurna Sebuah Ikhtiar

Jelang awal tahun seperti ini, episode pencarian sekolah lanjutan akan menjadi aktivitas umum di kalangan orangtua. Pilah-pilih, ikut tes disana, ikut tes disini. Ikhtiar mencari yang terbaik, begitulah pasti niat utama semua orangtua. Satu tahun kemarin, sempat berbincang dengan seorang teman yang kebetulan saat itu juga sedang disibukkan dengan aktivitas mencari sekolah untuk anaknya. Taqdir Allah, sang anak dinyatakan tidak lulus di sekolah unggulan yang menjadi tujuan utama mereka tersebut. Padahal, sejak awal  orangtua dan sang anak sama–sama memiliki keyakinan yang tinggi untuk bisa memasuki sekolah tersebut, berdasar kemampuan dan capaian prestasi si anak selama di sekolah dasar. 

Obrolan kami saat itu diwarnai dengan berapi-apinya teman saya yang mengutarakan kekecewaannya. Sampai kemudian keluar pernyataan, bahwa dia mendengar desas- desus diluar, kalau ternyata di sekolah tersebut berlaku sistem nepotisme atau mendahulukan orang-orang yang memiliki kedekatan hubungan dengan para petinggi-petinggi yayasan, serta pilih kasih dalam menentukan kelulusan calon siswa pendaftar. 

" Sepertinya memang benar kok, Mbak. Yang diterima disana, sebagian besar kakak-kakak mereka juga bersekolah disana. Orangtuanya juga dari kalangan tertentu, gitu deh. Satu lagi nih, teman fulanah ( anaknya ) yang diterima itu, di sekolah prestasinya juga biasa aja. Kalah jauh sama anakku." ujarnya begitu yakin 
Deg, saya terus mencerna curhatan penuh jengkel, subyektif dibumbui curiga yang sebenarnya tidak beralasan. 

“ Udah ah, jangan suudzon gitu. Itu dengernya dari siapa? Bisa jadi sesama orantua yang anaknya juga nggak dapet ya? Karena kesel, jengkel, jadilah ada prasangka-prasangka begitu ..” tembak saya refleks. 
“ Ada deh,tapi sumbernya terpercaya, kok..” katanya lagi meyakinkan saya. 

Oke, baiklah. Saya pun memutuskan untuk tidak terlibat jauh lagi dalam obrolan itu. Bisa dibayangkan, obrolan dengan seseorang yang sedang sangat kecewa. Seseorang yang kecewa atau merasa kalah dengan seseorang atau sesuatu, akan sangat mudah termakan provokasi untuk membuat dia tetap merasa menang atau benar .Dan mungkin, sepertinya kita semua juga pernah mengalami posisi tersebut, sebagai orang yang kecewa.

Maka kemudian, saya pun hanya bisa mengingatkan,  sekaligus terus mengingatkan dan menguatkan diri sendiri untuk kembali mempercayai ketentuan Allah atau taqdir Allah. Tidak ada satu makhluk pun yang mengetahui rencana Allah untuknya sedetik, sejam, sehari, sebulan, setahun atau berbilang tahun ke depan. Tidak akan ada. Kita hanya diminta untuk berusaha, berikhtiar yang terbaik. Yang paling baik, jujur dan bersih. Cukup itu saja. Hasilnya? Hanya Allah yang berhak menentukan. Karena Allah yang lebih tahu, mana yang terbaik untuk hamba-Nya. 

Bisa jadi, kita memang sudah melakukan yang terbaik untuk mendapatkan setiap harapan yang kita inginkan. Ikhtiar pun mungkin sudah Allah nilai dengan sempurna. Tapi, jika Allah Yang Maha Rahman dan Rahim tetap tidak ridho dengan apa yang kita usahakan itu menjadi milik kita, maka cukup Allah katakan tidak. Dan, tidak akan pernah pula kita mendapatkannya. 

Begitulah akhirnya sebuah pelajaran bernama tawakal didapatkan. Ya, tawakal adalah kepasrahan utuh, menyerahkan penuh kepada Pemilik Taqdir manusia, ketika kita sudah melakukan usaha-usaha untuk mencapai harapan dan keinginan kita. Bahwa Dia akan sealu memberikan yang terbaik untuk kita, walau mungkin ternyata hasilnya berbeda jauh dengan apa yang kita inginkan. Maka, ketika ternyata hasil usaha kita itu  tidak sesuai dengan harapan, yakinlah, bahwa kita sudah berusaha mencoba menemukan yang terbaik sejauh jangkauan pandang kita sebagai manusia. Tentang hasil, Dialah yang berhak memutuskan. Sekali lagi, hanya Dia yang menentukan hasilnya. Jangan sampai ketika harapan pilihan-pilihan kita tidak tercapai, kita malah mencari “kambing hitam “ atas penyebab taqdir yang tak pernah kita inginkan. Itu sama saja dengan kita menggugat Allah serta menambah penyakit hati dengan prasangka-prasangka buruk kita. Prasangka yang malah akan merusak hati dan jiwa kita. 

Yakinlah, bahwa sesungguhnya Allah sangat menyayangi hamba-Nya. Terkadang, kitalah yang tak pernah menganggap-Nya ada dalam setiap hasil yang kita dapatkan. Allah meminta kita untuk berusaha, berikhtiar sebagai bentuk kasih sayang-Nya. Mendidik kita dan menikmati sebuah usaha ,serta membuat kita belajar untuk ikhlas menerima semua ketentuanNya. Dan, yakinlah, bahwa hanya orang-orang pilihan-Nya lah yang akan sanggup mengolah semua proses panjang itu. Semoga kita termasuk orang-orang pilihan tersebut. Orang-orang yang menikmati proses ikhtiar, menyempurnakan dengan do’a dan ikhlas akan semua bentuk taqdir-Nya, apapun juga. 

@fitry_ummuza







Komentar

Postingan populer dari blog ini

" Zah..Zah...Ustadzah.."

Ikatlah Semua Asa Di Langit-Nya

Saat Ikhtiar dan Doa Tak Sesuai Taqdir